Minggu, 10 Januari 2010

PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN YANG BERMARTABAT

DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN YANG BERMARTABAT

(Makalah Disampaikan dalam Acara Peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat Tahun 2009

Tanggal 3 Desember 2009 di BKKBN Propinsi Sumatera Barat)

Oleh. Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd, SNE*)

PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat dan oleh karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas para penyandang cacat sehingga mereka mempunyai hak dan kedudukan yang sama sebagai warga negara.

Secara nasional pemerintah telah mengembangkan Pendidikan Inklusif dengan tujuan untuk memberi kesempatan yang sama bagi semua anak, termasuk anak-anak cacat, sebagai ratifikasi kesepakatan masyarakat dunia yaitu pendidikan untuk semua (Education For All), dan hasilnya sudah dirasakan, beberapa anak cacat mampu mengikuti pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi, dan dapat diangkat menjadi PNS, tidak sedikit mereka yang telah mandiri dengan kemampuan keterampilan profesional yang dimilikinya.

Penanganan masalah penyandang cacat di Sumatera Barat, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat melalui organisasi sosial/LSM. Yang memberikan layanan-layanan pendidikan, re-habilitasi, keterampilan yang sifatnya umum sebagai dasar untuk mengantarkan para penyandang cacat untuk dapat mandiri dan profesional

Usaha lain yang diupayakan pamarintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa mengembangkan SLB menjadi sentra PK-PLK dengan tujuan memberi peluang dan kesempatan kepada penyandang cacat untuk memperoleh layanan yang berkualitas. Dinas sosial dengan memberikan pembinaan/latihan kepada para penyandang cacat melalui lembaga PSBGH, PSBN, dan lembaga/instiusi lain, baik negeri maupun swadaya masyarakat bersama-sama saling membahu untuk meningkatkan kualitas para penyandang cacat. Kondisi lapangan telah merasakan dari program Dinas Sosial dengan program KUBE Penca dan program lainnya, walaupun hasilnya belum optimal.

Dalam dunia pendidikan di Sumatera Barat, LPTK dalam hal ini Universitas Negeri Padang, dan beberapa LPTK yang tersebar di Indonesia mendapat amanat untuk mendidik calon guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus, melalui Jurusan PLB yang menghasilkan guru-guru profesional dibidang pendidikan khusus/PLB, sebagai pendidik di TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, dan sebagai Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif.

Berbagai usahan tersebut telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan para penyandang cacat, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, namun usaha tersebut masih dihadapkan dengan berbagai kendala. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya upaya meningkatkan pemberdayaan penyandang cacat disegala bidang guna mewujudkan kesejahteraan yang bermartabat.

PERMASALAHAN

Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum kepada kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan dan perundang-undangan, antara lain mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalulintas dan angkutan jalan, pelayanan penerbangan dan lain-lain. Namun demikian upaya tersebut belumlah optimaual sesuai dengan yang diharapkan.

Asumasi yang perlu menjadi pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat jumlahnya cenderung meningkat yang kondisinya lebih hiterogen, masih diperlukan lagi sarana dan upaya lain terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi berbagai jenis penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya.

Yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial dalam Undang-Undang adalah; suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun sepiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi semua warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban sebagai warganegara, sehingga menjadi warga negara yang sejahtera dan bermartabat. Maka perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan mereka.

Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya dapat diwujudkan apabila didukung dengan tersedianya aksesibilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan tersebut. Perlu diadakan upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat.

Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain melalui kesemaan kesempatan bagi penyandang cacat pada hekekatnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu bersinergi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat, bermartabat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dikembangkan dan ditingkatkan kesamaan kesempatan melalui penyediaan aksesibilitas, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah terhadap keberadaan penyandang cacat yang merupakan unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang cacat.

PEMBAHASAN

Pemerintah dan masyarakat mempunyai komitmen tentang pentingnya kerjasama baik secara nasional maupun regional untuk mendukung peningkatan kesejahteraan penyandang cacat, Selanjutnya mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan efektif berkaitan dengan hal tersebut. Kerjasama kemitraan antar organisasi/institusi/lembaga, baik tingkat regional, nasional maupun internasional, khususnya organisasi penyandang cacat. (Konvensi Hak Penyandang Cacat 2007, Pasal 32 : 37)

Adapun langkah-langkah untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain:

1. Manjamin bahwa Kerjasama kemitraan, termasuk program regional maupun nasional, bersifat inklusif dan dan dapat diakses oleh para penyandang cacat

2. Memfasilitasi dan mendukung pengembangan kapasitas melalui pertukaran berbagai informasi, pengalaman,program-program pelatihan, dan praktik yang mendukung ke profesionalan para penyandang cacat

3. Memfasilitasi kerjasama dibidang penelitian dan akses terhadap ilmu pengetahuan dan praktik lapangan. Apabila diperlukan, menyediakan bantuan teknis dan biaya, termasuk memfasilitasi akses terhadap pertukaran teknologi dan informasi melalui transfer teknologi informasi

4. Pemerintah sesuai dengan sistem manajemen yang telah dirancang, harus melaksanakan monitoring dan evaluasi. Sesuai dengan sistem dan perundang-undangan, harus komitmen mempetahankan, memperkuat, merancang, atau membentuk suatu kerangka kerja dengan mekanisme yang independen untuk memajukan, melindungi dan memonitor pelaksanaan kegiatan (Implementasi kerangka kerja yang telah dirancang). Perlu diperhatikan dalam menyusun kerangka kerja harus mempertimbangkan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan status dan fungsi institusi bagi perlindungan dan hak asasi manusia.

5. Masyarakat, terutama para penyandang cacat dan organisasi-organisasi perwakilan mereka, harus dilibatkan dan berpartisipasi penuh dalam berbagai kegiatan, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi.

6. Organisasi penyandang cacat (komite) perlu dibentuk dan yang sudah ada perlu didukung, yang terdiri dari para akhli, anggota komite berfungsi sesuai dengan kapasitas personal mereka, yang diakui kompetensi dan pengalamannya dibidang profesinya. Pemerintah diundang untuk memberikan pertimbangan.

7. Pemerintah bekerjasama dengan organisasi penyandang cacat dan membantu anggotanya dalam memenuhi mandat mereka.

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dalam perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang cacat yang bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan. (UU. No 4 1997).

Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya : Re-habilitasi yang diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan bermartabat sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.

Pasal 19 Bab V mengamanatkan bahwa Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosoalnya. Adapun bantuan yang diberikan (pasal 20) diberikan kepada: a. penyandang cacat yang tidak mampu, sudah direhabilitasi, dan belum bekerja, b. penyandang cacat yang tidak mampu, belum direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum bekerja.

Dalam hal pembinaan dan peran masyarakat. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan kebijakan, koordinasi, penyuluhan, bimbingan, bantuan, perijinan, dan pengawasan. Adapun peran masyarakat adalah melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

Pada dasarnya setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan.

Dalam hal kesempatan memperoleh pekerjaan. Setiap penyandang cacat mempunyai kesempatan untuk mendapatkankan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat, dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan (Pasal 14).

Perusahaan negara meliputi badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), Sedangkan perusahaan swasta termasuk didalamnya koperasi. Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.

Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mepekerjakan sekurang-kurangnnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang. Perlakuan yang sama diartikan sebagai perlakuan yang tidak diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama.

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Tindak pidana dimaksud adalah pelanggaran ( Pasal 28).

SIMPULAN

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat pada hekekatnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu bersinergi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat, bermartabat.

Perlu dikembangkan dan ditingkatkan kesamaan kesempatan melalui penyediaan aksesibilitas, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah terhadap keberadaan penyandang cacat yang merupakan unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang cacat.

*) Ketua Jurusan PLB FIP UNP, Ketua Yayasan Pembinaan AnaK Cacat (YPAC) Sumbar, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus (APPKhI) Sumatera Barat.

DAFTAR RUJUKAN

Konvensi Hak Penyandang Cacat dan Protokol Operasional Terhadap Konvensi 2007 (Kesepakatan Majelis UmumPBB)

Permen Diknas No 70 tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif

Undang-undang RI. No 4 Tahun 1997, tentang Penyandang Cacat

Undang-Undang No 20 tahun 2003, tentang Sisdiknas

Keputusan Menteri Sosial RI.No 113/HUK/2009. Tentang Panitia Nasional Hari Internasional Penyandang Cacat tahun 2009

Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Lampiran : Forum Aksi Hak-Hak Penyandang Cacat di Indonesia

Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Bandung Independen Living Centre (BILIC)

Center for Improving Qualified Activity in Life of People wit Disabillities (CIQAL)

dCare

Dria Manunggal

Federasi Kesejahteraan Penyandang cacat Tubuh Indonesia (FKPCTI)

Gerakan kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN)

Handicap International (HI)

Helen Keller International-Indonesia (HKI)

Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI)

Independen Legal Aid Institute (ILAI)

Komite Advokasi Penyandang Cacat Indonesia (KAPCI)

Lembaga Inter Aksi

Lembaga Pemberdayaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat (LPTKPC)

Perhimpunan Olahraga Tunarungu Indonesia (PORTURIN)/ Indonesian Sports Association of the Deaf

Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI)

Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI)

Gerakan Tunarungu Indonesia (GERKATIN)

Pusat Kajian Disabilitas (Disability Studies Center) FIifabel dan Anal (SAPDA)

Yayasan Mitra Netra

Yayasan Talenta